PICU Part Satu – 30 Hari Penuh Cinta dan Keajaiban Bersama Haneen

Haneen ruang PICU

Tuhan tak pernah Janji Langit Selalu Biru

Tetapi Dia Berjanji Selalu Menyertai

Tuhan Tak Pernah Janji Jalan Selalu Rata

Tetapi Dia Berjanji Berikan Kekuatan

 

Edward Chen - Jangan pernah menyerah, 
Lagu yang selalu bikin Haneen tertawa semangat walau sedang sakit.

Dalam perjalanan hidupku bersama Haneen anakku, rasanya mentalku diharuskan terbiasa menghadapi anakku tiba-tiba mengalami kondisi gawat darurat yang bukanlah hanya sekali. Bahkan saat gawat darurat ini mulai aku hadapi sejak proses anakku dilahirkan. Berawal dari proses melahirkan dengan tindakan Operasi Sectio Caesarea CITO (dadakan) karena terjadi gawat janin dan ketuban kering. Lalu kemudian berlanjut dengan kondisi anakku yang kolesistitis (Infeksi Empedu) yang mengharuskannya dirawat diruang perawatan intensive.

Setelah melewati perjuangan nya untuk sembuh dari kolesistitis, jalan kami terus berlanjut dengan kejutan dan keajaiban dari Tuhan. Dimulai dengan hasil pemeriksaan DDST yang aku lakukan sendiri dirumah menunjukan hasil “Failed” disemua aspek perkembangan anakku. Berlanjut dengan tegaknya diagnosis kelainan otak lissencephaly yang hadir bersama rombongan kejang epilepsi langka. Rombongan kejang epilepsi yang sempat datang ratusan kali per hari ini, memberikan “damage” yang luar biasa untuk seluruh aspek kehidupan Haneen. Global development delay, tidak bisa menelan dan pneumonia yang mengharuskan ku berulang kali mengajak Haneen Staycation di Rumah Sakit dalam waktu lebih dari satu minggu.

Untuk Cerita Lebih lengkapnya dapat dibaca pada Haneen Story disini

Menerima apapun jalannya

Benar sekali jika dalam hidup yang kita jalani ini, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi diwaktu yang akan datang  bahkan sedetik kedepan pun hanya Tuhan yang tahu. Tugas kita sebagai manusia hanyalah menerima dan berserah atas apapun yang Tuhan mau dalam hidup yang kita jalani. Begitu juga ketika hari yang ku rasa sangat menikam hati ku datang tanpa pemberitahuan apapun sebelumnya.

Hari itu aku beraktifitas seperti biasanya, aku bergadang menemani Haneen, yoga pagi, bekerja, makan dan berbagai hal lain yang ku lakukan. Memang sejak pagi hari sebelumnya, saat Haneen bernafas terdengar bunyi grok-grok dari saluran nafasnya. Hal tersebut sudah sangat sering terjadi karena kemampuan menelannya yang masih belum sebagus anak normal pada umumnya. Akupun telah terbiasa melakukan langkah-langkah tindakan untuk mengatasi hal tersebut.

Saat itu terhitung 4 hari Haneen tidak tidur semalam penuh, tengah malam dihari keempat itu badanku benar-benar lelah karena sendiran merawat anak, bekerja dan membersihkan rumah. Malam itu kepalaku sangat pusing, tapi aku harus tetap menemani Haneen. Ketika aku memasukan susu ke lambung anakku sambil menggendongnya dengan posisiku duduk bersandar didinding kamar. Mataku terpejam beberapa detik dengan posisi tangan masih memegang sonde setinggi kepalaku, aku tersadar karena bunyi Haneen yang batuk tersedak. Ternyata tangan Haneen melepas selang NGT dihidungnya, plesternya telah terlepas dan selang tersebut bergeser dari posisinya sepanjang 10cm. Aku yang baru tersadar lepas nya selang NGT tersebut langsung memasukan kembali 10cm selang tersebut kedalam hidungnya, kemudian memasangkan pleser baru di pipinya untuk menahan selang tersebut tidak bergeser kembali.

Seperti biasanya, setelah bertingkah yang membuat jantung ibu nya hampir copot, Haneen selalu senyum dan tertawa, engga bisa kesal aku dibuatnya, terlebih setelahnya dia terus-terusan mengoceh “mamimamimamimami”. Malam itu berlalu hingga pagi aku menemaninya walau mata sangat mengantuk. Setalah kejadian selang NGT saat itu, Haneen tetap ceria tertawam mengoceh dan bercanda. Pagi itu aku tidur selama 2 jam, lalu kemudian aku lanjutkan beraktifitas seperti biasa hingga Haneen terbangun dari tidurnya jam 2 siang . Dia tidur kurang lebih sekitar 7 jam, selama dia tidur aku masukan satu kali obat dan dua kali susu sesuai jadwalnya pagi itu.

Saat Haneen terbangun dari tidurnya aku dengar bunyi grok-grok saat dia bernafas, aku coba auskultasi pada bagian dadanya aku dengar bersih tidak ada bunyi ronchi pada dadanya. Saat itu aku berpikir, ini pasti karena selang yang tergeer saat proses nyonde susu tadi malam. Setelah aku mandikan Haneen, aku oleskan transpulmin pada punggung, leher, dada dan sedikit pada batang hidungnya. Kemudian aku lakukan tindakan uap menggunakan nebulizer, agar lendir yang ada di saluran nafasnya mencair.

Hari itu berjalan seperti biasa, Haneen bermain bersama anak tetanggaku yang seumurannya dan aku gendong dia jalan-jalan didepan rumah. Tidak ada hal yang berbeda pada hari itu, malam hari pun Haneen tetap bergadang sampai pagi. Namun hingga pagi hari, nafas Haneen masih berbunyi grok-grok. Sehingga pada malam dan pagi hari besok nya aku berikan dia tindakan penguapan dengan nebulizer, untuk membersihkan jalan nafasnya dari lendir.

Saat itu aku berharap semoga jalan nafasnya bersih lagi, seperti biasanya setelah ku lakukan 3 kali tindakan uap. Tapi ternyata saat jam 9 pagi saat ku lakukan tindakan uap dengan nebulizer, aku cek suhu badan Haneen meninggkat jadi 37,5ᵒC. Aku langsung memberikannya paracetamol dan mengalirkan air putih sebanyak 400ml dengan durasi 1 tetes per detik kedalam lambungnya. Berharap suhu badannya normal kembali. Namun, ternyata jam 1 siang ketika Haneen terbangun dari tidurnya panasnya meningkat menjadi 39ᵒC dengan saturasi oksigen 88%, kemudian saat aku auskultasi terdengar bunyi Ronchi pada dadanya. Saat itu aku kaget karena tiba-tiba kondisi anakku memburuk, karena saat aku lakukan auskultasi di dadanya pada jam 9 pagi tadi hasilnya bersih tidak terdengar bunyi ronchi sedikitpun.

Segera aku menghubungi dokter spesialis yang selama ini memegang pengobatan anakku. Aku laporkan kondisi Haneen berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang ku lakukan dan aku kabarkan kalau aku segera menuju IGD rumah sakit tempat dokter praktik. Sesampainya di IGD, kondisinya demamnya semakin meningkat menjadi 39,5ᵒC dengan saturasinya semakin menurun menjadi 75%. Setelah dilakukan pemeriksaan rotgen pada torax dan pengambilan sample darah untuk pemeriksaan analisa gas dalam darah Haneen, dokter spesialis Haneen datang ke IGD untuk cek hasil pemeriksaannya.

Bagai mendapatkan sambaran petir besar, hatiku tersentak mendengar penjelasan dokter tentang kondisi anakku. Hasil pemeriksaan analisa gas dalam darahnya sangat buruk dan rotgen torax nya putih semua. Dokter mengatakan bahwa anakku harus menggunakan alat bantu ventilator untuk bernafas. Mengetahui kenyataan itu rasanya aku ingin berteriak menangis, sendirian memangku anak yang lemas dan sesak nafas saat itu memaksaku untuk terus menguatkan diri sendiri.

Sambil menatap matanya aku berkata pada anakku, “Semangat nak ya, Haneen yakin kan Tuhan pasti selalu tolong kita, Haneen yakin kan Tuhan tidak pernah telantarkan kita. Kali ini pun kita berdua yakin Tuhan pasti tolong kita disini.” Aku usap kepalanya yang ku sangga dengan lengan kananku dan tubuhnya yang terbaring di pahaku. Dengan nafas yang sesak dari dalam sunggup oksigen masih bisa haneen bilang iyyyya. Hatiku rasanya semakin sakit seperti ditusuk berkali-kali saat mendengar Haneen sedikit berteriak mengucapkan  satu kata itu.

Ketika dokter meminta persetujuan untuk pemasangan Ventilator pada anakku, aku meminta dokter untuk benar-benar pastikan lagi apakah anakku harus menggunakan ventilator. Dokter bilang setelah 30 menit pemberian oksigen 6 rpm menggunakan sungkup oksigen pada anakku, akan dilakukan pemeriiksaan analisa gas dalam darah ulang. Setengah jam itu aku penuhi dengan doa, aku terus berdoa semoga diberikan kekuatan untuk menghadapi apapun yang akan terjadi. Aku katakan pada anakku, apapun yang terjadi hari ini esok dan seterusnya adalah jalan terbaik untuk kehidupan kami. Aku berusaha melapangkan dadaku menerima apapun kemungkinan yang akan terjadi didepannya, aku berusaha melapangkan hatiku untuk menerima apapun takdir yang telah disiapkan untukku jalani.

 

Cerita Selanjutnya  (PICU Part Dua – 30 Hari Penuh Cinta dan Keajaiban Bersama Haneen)

Scroll to Top