Haneen Story Part Empat – hai.. semua, kali ini aku mau meneruskan tuliskanku tentang haneen story setelah kemaren aku bercerita tentang bagimana pengalamanku berjuang bersama anakku agar sembuh dari kolesistitis, kali ini aku mau meneruskan ceritanya… Ada beberapa teman yang WA saya bertanya tentang sakit nya haneen itu apakah berlanjut lama atau sembuh?. Untuk mengetahui bagaimana kelanjutannya, buat yang penasaran silahkan baca Haneen Story part ini.
Baca juga : Pertanyaan yang sering ditanyakan tentang Haneen.
Daftar Isi
Perjuangan Melawan Kolesistitis.
Pada Haneen Story Part sebelumnya aku menulis tentang perjuangan haneen melawan kolesisitis. Alhamdulillah setelah dirawat sekitar 2 minggu kami berada di RS, anak kami diperbolehkan pulang. Seperti yang aku tulis pada postingan sebelumnya. Setelah pulang itu dirumah kami lakukan perawatan sesuai anjuran dokter dan perawat. Aku terus memberikan ASI untuk anakku sesering mungkin dan meminumkan obat-obat yang diberikan oleh DSA secara rutin pada anakku.
Tapi perjuangan anak kami (Haneen) tidak hanya sampai di RS saja. Dikarenakan setelah pulang kerumah Haneen mengalami Kolik setiap malam. Sampai merah kebiruan mukanya menangis kesakitan, dan perutnya pun mengeras. Setiap malam itu juga aku melakukan pijat kolik untuk perutnya. Aku usap perlahan dengan sangat lembut perutnya, selang beberapa jam kemudian Haneen pun tidak menangis kecang. Namun, terkadang sesekali masih menangis, tapi thanya menangis biasa saja. Sehingga suamiku harus mengendongnya setiap malam sampai waktu hampir subuh. Setiap harinya kami tidur bergantian, suamiku tidur setelah isya sebentar dan setelah sholat subuh sampai sebelum waktu nya berangkat kerja. Saat Tengah malam suamiku bangun sedangkan aku tidur saat suamiku bangun hingga waktu subuh.
Setelah 3 hari dirumah kami kontrol lagi kedokter, untuk kontrol jahitan ku dan juga cek darah anakku. Terlihat bilirubinnya masih tinggi namun sudah mendekati normal, Haneen pun diberikan obat lanjutan oleh DSA. Perjuangan kami pun terus berlanjut dengan merawat Haneen seperti har-hari sebelumnya, serta kami harus terus berjuang dengan kolik nya.
Menghadapi Kolik Berbulan-bulan
Setiap pagi Haneen ku jemur dan ku pijat baby spa, kemudian setelah mandi dia tidur lelap setelah diberikan ASI. Mungkin karena dia sangat lelah semalam penuh perutnya kolik. Setelah seminggu kemudian kami cek darah lagi dan alhamdulillah billirubin nya telah berada pada angka normal. Namun, masih ada bekas-bekas dari pateki (perdarahan bawah kulit) di badannya.
Hari-hari selanjutnya kami jalani seperti hari-hari sebelumnya, setiap seminggu atu 2 minggu kami membawa Haneen ke dokter dengan berbagai keluhan. Ada yang alergi minyak telon yang aku kira digigit nyamuk, ada pula karena BAB yang keras dan membuatnya menangis. Selain itu tak lupa taku juga melakukan imunisasi untuk anakku. Aku dan suami telah menikmati ritme yang berubah ini, dan kami terus berusaha melakukan yang terbaik untuk Haneen.
Setelah 3 bulan kami bejuang menghadapi kolik pada anak kami yang sering datang. Namun, syukurnya setelah billirubin nya berada diangka normal Haneen tidak setiap hari lagi mengalami kolik. Hingga dia pun berangsur tidak pernah merasakan kolik lagi, tetapi aku tetap melakukan pijat bayi agar Haneen merasa nyaman. Selain itu aku terus menjaga pola makanku agar ASI yang ku berikan untuk anakku berkualitas.
Tumbuh Kembang yang Delay
Setiap bulan usia Haneen, aku selalu melakukan pemantauan tumbuh kembang Haneen. Baik itu berat badan, panjang badan, dan yang paling penting tentunya lingkar kepala. Karena saat lahir anak kami lingkar kepalanya dibawah normal.Tidak lupa aku pun melakukan skreening tumbuh kembang dengan menggunakan DDST (Denvert Development Screening Test). pengertian singkatnya yaitu metode pengkajian yang digunakan secara luas untuk menilai kemajuan perkembangan anak.
Saat usia 3 bulan anakku mengalami Fail (gagal) pada ke empat aspek, yaitu motorik kasar, motorik halus, bahasa dan prilaku. Bahkan diumur 3 bulan aku telah melhat bahwa anakku belum bisa mengangkat kepala, jangankan tengkurap, miring sendiri pun belum pernah. Namun, saat aku katakan ini pada orang tua ku, mereka bilang kalau anakku ini sehat tidak apa-apa. Hanya lambat saja, dan itu hal biasa. Bahkan saat aku mengadukan ini ke salah satu DSA yang berfokus pada tumbuh kembang, pun dibilangnya bahwa tidak apa-apa anak kami hanya lambat. Baiklah aku berfikir, mungkin aku nya aja yang terlalu panikan dan suamiku pun menenangkan ku.
Memulai Terapi Rehab Medik
Saat usia 4 bulan, aku merasa ini bukan keterlambatan biasa, awalnya aku diantar oleh suami untuk membawa anakku ke rumah sakit yang memiliki department tumbuh kembang yang terintegrasi. Lalu dikatakanlah bahwa anakku mengalami GDD (Global Development Delay), betapa syook nya aku saat itu. Lalu aku katakan pada suami “Kan sudah aku bilang bi anak kita ini ada something, bukannya normal-normal aja”. Hari-hari berikutnya aku hanya berdua anakku setiap kali kerumah sakit, karna aku tidak ingin merepotkan suamiku. Kami berbagi tugas suamiku mencari nafkah untuk kami dan pengobatan anak kami, sedangkan aku bertanggung jawab untuk merawat anak kami. Membawnya kontrol kedokter dan membawa Haneen terapi 3x seminggu. Dikarenakan setelah dokter menegakkan diagnosa anak kami mengalami GDD. Anak kami harus menjalani 3 macam terapi yaitu fisioterapi, okupasi terapi dan terapi wicara, di pusat rehabilitasi medik.
Saat Haneen berusia 8 bulan, aku melihat Haneen tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik, bahkan bisa dibilang perkembangannya menurun kearah yang lebih buruk. Kaki dan tangan nya mengalami kaku, yang ternyata itu spastik. Sedangkan sebelumnya tidak, dadanya menjadi penuh lendir dan berbunyi grok-grok. Walau sudah di lakukan terapi sinar Infra red, namun tidak ada perubahan. Matanya menjadi berada ditengah seperti juling, bahkan dia tidak merespon apapun dengan apa pun yang ada didepannya. Selain itu dia tidak merespon saat ada bunyi walaupun bunyinya itu keras. Diantara semua itu yang peling membuatku sedih adalah dia pun tidak bisa menelan bahkan tidak bisa meminum ASI. Sedangkan sebelum-sebelumnya dengan lahap dia meminum ASI. Dalam beberapa hari aku dan suami lelah keliling dari dokter satu ke dokter lainnya dikota ku dan tidak mendapatkan jawaban yang pasti, bahkan hanya membuatku semakin kalut.
Sebelum Semuanya Semakin Terlambat
Malam itu, aku menangis sejadi-jadinya dipelukan suamiku, melihat kondisi anak kami. Aku dan suami pun memutuskan untuk pergi ke Surabaya atau Jakarta untuk mengobati dan mencari tau penyebab anak kami seperti sekarang itu. Setelah nangis-nangis bombay, dengan alasan kemudahan transportasi dan juga karna ada keluarga disana, aku dan suami memutuskan untuk pergi ke surabaya besok pagi. Kami melakukan hal tersebut untuk membawa anak kami, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Malam itu setelah memesan tiket melalui aplikasi andalan kami, aku langsung melakukan packing dan membereskan semua keperluan dan dokumen yang mungkin saja diperlukan. Malam itu papahku menelponku dan bertanya kenapa aku bersuara seperti menangis. Aku pun menceritakan kondisi anak kami dan rencana kami untuk pergi ke Surabaya. Papahku langsung bilang kalau beliau akan ikut ke Surabaya dan memesan tiket dengan pesawat yang sama dengan kami.
Malam itu aku merasa kalut sekali dan merasa hancur. Aku tidak tau apa yang seharusnya aku lakukan saat itu, yang aku tau hanyalah bagaimana agar anak ini sehat dan bisa tumbuh berkembang dengan Normal.
Baca Juga : Haneen Story Part#lima