Inner child akhir-akhir ini sering menjadi isu mental health yang dibahas oleh banyak orang, dari para remaja hingga para psikolog profesional yang membahasnya. Seringkali kita dengar ataupun kita baca melalui media sosial. Bahkan beberapa kali mungkin kita pernah melihat video orang yang melakukan kekerasan pada pasangannya ataupun anaknya. Hal tersebut tentulah berkaitan erat dengan permasalahan mental yang dialaminya dan bisa saja diperberat dengan inner child pada dirinya yang belum sempat dibereskan olehnya.
Tentu kita semua sadari menyembuhkan luka batin, tidaklah semudah menyembuhkan luka yang ada pada fisik. Selain itu luka batin jika tidak dipulihkan dengan baik, akan sangat berdampak pada kesehatan mental dan pola perilaku sehari- hari. Pengalaman hidup baik dan buruk setiap kita tentulah tidak bisa kita pilih sendiri, itu semua telah diatur tuhan untuk kita. Namun, kita diberi tuhan segala potensi untuk memperbaiki kita agar kehidupan kita menjadi lebih baik.
Pengalaman hidup adalah warisan yang sangat berharga
tapi untuk menemukan keberhargaan dari pengalaman hidup yang kita lalui butuh penjemputan ilmu.
jangan ragu ketuk pintu-pintu ilmu tersebut.
Karena setiap kita memiliki potensi yang luar biasa, hanya tentang mau atau tidak mau.
kita tidak kekurangan kekuatan, tapi kita kekurangan kemauan.
Daftar Isi
Bertemu dengan Inner Child Bersama Dandiah.
Bebearapa Hari yang lalu aku mengikuti webminar Psikologi yang membahas tentang Inner Child. Aku sangat tertarik dengan tema tersebut, karena aku ingin mengajak adikku ikut duduk disampingku mendengarkan webminar tersebut. Harapanku semoga adikku dapat tergerak untuk membereskan inner child nya agar tidak mempengaruhi kehidupannya saat berumah tangga dan menjadi orang tua nantinya.
Webminar ini di bawakan oleh Teh Ani Berta, Founder ISB (Indonesia Social Blogpreneur). Dengan narasumber Ibu Diah Mahmudah.,S.Psi, Psikolog dan Bapak Dandi Birdy.,S.Psi yang merupakan Founder biro psikologi Dandiah Care. Webminar yang aku ikuti sangat padat ilmu yang diberikan oleh Ibu Diah dan Pak Dandi.
Menurut Bu Diah, ketika berbicara tentang Inner child yang merupakan ilmu psikoanalisa, kita tidak hanya berbicara tentang hal yang muram dan trauma. Dandiah Care membahas psikoanalisa dengan sisi psikologi positif, spirit dan grateful.
Inner child sendiri merupakan sesuatu yang unfinish, dimana akan menjadi perjuangan yang berdarah-darah saat menjalaninya. Karena saat kita mengalami masa sulit dan tekanan, Inner child yang ada dalam diri kita akan muncul yang memperberat prosesnya.
Pola Pengasuhan dan innerchild, rantai yang harus diputuskan.
Berbicara tentang inner child pastilah tidak lepas dengan orang tua, sering kali pembahasan inner child ini berakhir pada penyalahan terhadap orang tua. Bahkan aku sendiripun dulu pernah mengalami hal tersebut ketika aku sadar, kondisi mentalku saat itu karena pengaruh pengasuhan orang tuaku dimasa aku kecil dulu. Menurutku hal tersebut wajarlah terjadi jika seseorang masih belum mentapatkan ilmu tentang inner child dari ahlinya.
Orang tua memang punya andil dalam luka pengasuhan.
Tapi pemulihan luka sepenuhnya tanggung jawab kita.
Menurut pemaparan yang aku dapatkan dari webminar Innerchild yang disampaikan oleh bu Diah dan Pak Dandi kemarin, Ternyata anak-anak yang terluka batinnya, diasuh oleh orang tua yang anger management nya tidak bagus.
Inner child tidak selalu Negatif
Saat berbicara tentang inner child, sering kali kita membicarakan tentang hal-hal negatif yang kita dapatkan dari perlakuan orang tua saat mengasuh kita. Namun, nyatanya Inner child itu tidaklah sekalalu hal negatif. Tapi Juga ada Inner child positif yang mempengaruhi kehidupan kita dimasa dewasa ini. Namun, tergantung mana yang lebih dominan terhadap diri kita.
Menurut Ibu Diah dan Pak Dandi, Setiap manusia selalu memiliki 3 sisi dalam hidupnya. Ketiga sisi tersebut ada dan berpengaruh pada diri kita. Pertanyaannya berapa persen dominann nya memimpin pada diri kita sekarang. Selama dalam batas aman dan menggunakan nya pada saat yang tepat. Menurut Eric Berne,1990 ada 3 ego state dalam diri kita yaitu :
- Child Ego State,
- Aduld Ego State,
- Parent Ego State,
Menyembuhkan Luka pengasuhan
Saat aku sekolah dulu pernah mengenal istilah luka ditangan bisa di obati, luka dihati terbawa mati. Hal tersebut benarlah adanya. Jika kita memiliki luka dibadan maka akan lebih mudah untuk kita menyembuhkannya, dalam hitungan hari atau bahkan jam, luka dibadan bisa kering dan berangsur sembuh. beda halnya dengan luka batin yang tidak akan sembuh dan tidak dapat sembuh kalau kita tidak membereskannya secara baik dengan orang profesional.
Menurut ibu Diah dan Pak Dandi dalam webminar kemarin, luka pengasuhan itu terjadi karena ada hak anak yang minim atau tidak dipenuhi oleh orang tua, ada 7 anak yaitu :
- Hak untuk hidup dan berkembang.
- Hak untuk mendapatkan perlindungan dan penjagaan dari siksa neraka.
- Hak untuk nafkah dan kesejahteraan.
- Hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
- Hak untuk mendapatkan keadilan dan persamaan derajat.
- Hak untuk mendapatkan cinta kasih.
- Hak Bermain.
Setiap luka pengasuhan yang kita alami, tentu tidaklah sama. Begitu juga dengan penangannya yang harus kita dapatkan tentulah tidak sama. DIsinilah pentingnya untuk kita self awarness dan berkonsultasi dengan psikolog profesional agar kita tidak salah langkah dalam mengambil keputusan menyelesaikan inner child yang kita miliki.
Perjuanganku agar Inner child tidak membebani kehidupan kedepannya.
Aku sendiri telah bersentuhan dengan isu mental health ini sejak aku lulus kuliah. Saat aku menyadari tentang cara komunikasi ku dan caraku mengatasi beberapa permasalahan besar dalam hidupku. Masa kecilku sendiri dihadapkan dengan pola pengasuhan kekerasan, orang tua yang sibuk, melihat pertengkaran, ditinggal sendirian saat orang tua diluar kota, belajar sendirian dan beberapa hal lainnya. Aku mulai berjuang untuk menyembuhkan innerchild, sejak tahun 2014 dan berkonsultasi dengan salah satu psikolog yang aku kenal saat mengikuti salah satu ajang perlombaan.
Aku mulai belajar tentang hal tersbut dengan harapan agar aku memiliki mental yang sehat saat aku merawat anakku nanti. Takdirpun membawaku pada pernikahan pada tahun 2016, pernikahan yang tiba-tiba dan ternyata takdir membawaku pada sebuah tekanan besar yang membuatku harus berjuang agar mentalku tetap sehat. Tidak hanya sampai disana, pada tahun 2017 aku dihadapkan tuhan pada takdirku yang dititipkan tuhan seorang anak berkebutuhan khusus.
Saat itu aku memilih untuk tinggal di kota Surabaya, hanya berdua anakku tanpa memiliki satupun keluarga. Aku terus berjuang bagaimana caranya memiliki mental yang sehat agar dapat merawat anakku dengan baik. Aku meninggalkan semua fasilitas dan semua zona nyaman yang aku dapatkan selama aku di kotaku Banjarmasin. Bagiku anakku tidaklah membutuhkan harta yang sangat berlebih, tapi anakku membutuhkan ibu yang waras dalam merawatnya. Walaupun tidak dapat dipungkiri kebutuhan anakku sendiri sebanding dengan biaya anak kuliah kedokteran setiap bulannya. Tapi aku yakin semua aku akan bisa berfikir mencari cara untuk memenuhi kebutuhannya saat mentalku sehat.
Puji tuhan aku telah diberi tuhan cara untuk membereskan inner child ku sebelum aku mendapatkan tekanan baru dalam episode kehidupan rumah tangga. Sehingga jalanku menjadi lebih ringan dalam menghadapi tekanan beberapa tahun ini, walau tidak mudah dan aku rasa sangat berat. Semua dapat berjalan dengan penuh berkat dari tuhan. Bahkan setahun terakhir aku berbahagia mehihat perkembangan anakku sangatlah pesat. Disaat mentalku pulih dan anakku berkembang pesat, aku kembali dihadapkan tuhan pada takdirnya untuk mengikhlaskan anakku kembali kepangkuan tuhan disurga sebulan lalu.
Just Can Say , Thanks God!
Aku bersyukur karena tuhan memberikanku jalan untuk membereskan Inner child ku, sebelum aku memasuki dunia pernikahan yang ternyata memiliki beban tersendiri lagi untukku. Karena akan lebih berat beban mental yang aku tanggung, jika aku masih membawa inner child ku kedalam kondisi takdir pernikahanku seperti yang telah aku lalui. Mungkin saja anakku akan jadi korban kekerasan, atau mungkin saja aku dapat membahayakan diriku sendiri dan orang sekitarku.
Setelah beberapa tahun ini aku benar-benar sadar betapa kesehatan mental itu harus kita bereskan sebelum kita memasuki episode kehidupan selanjutnya. Begitupun pada hari ini, aku berusaha mengobati mentalku sebelum aku melangkah lebih jauh dalam episode kehidupan yang aku baru mulai lagi ini.
Menerima bukan Menolak
Setiap dari kita, aku dan kamu yang membaca tulisan ini, pastilah memiliki jalan hidup yang berbeda. Namun mungkin kita pastinya sama-sama memiliki permasalahan mental yang harus dibereskan bukan dipendam. Ketika suatu hal tidak mengeakan datang dalam kehidupan kita, tentulah kita tidak dapat menolaknya. Mau tidak mau kita harus menerimanya, walau bagaimanapun rasanya. Jika hal tersebut telah berlalu, seringkali kita ingin melupakan nya, ingin menutup semuanya agar tidak merasakan sakit nya lagi.
Akan tetapi, baik disengaja ataupun tidak, melupakan bukanlah hal yang baik. Karena pada dasarnya, tombol shut down dalam diri kita, kebaikan maupun keburukan adalah sama-sama dihati. Sehingga ketika kita meredam hal yang buruk yang ada dalam diri kita, hal-hal baik dalam diri kita pun akan dapat teredam juga. Hal tersebut dapat menyebabkan kita menjadi gagap emosi, tidak peka dan tidak sensitive terhadap apa yang terjadi disekitar kita. Kita sadari bahwa pada dasarnya bahagia dan menderita dapat kita ubah dan kita atur dengan pikiran kita. Kita hanyalah manusia biasa, kita bukanlah tuhan yang
dapat menentukan takdir, sehingga tugas kita “Bukanlah merubah takdir, tapi merubah respon terhadap takdir.” (dandiah care).